.jpg)
Seleksi yang dimulai pukul 07.00 pagi tersebut diikuti sekitar 35 pendaftar yang berminat untuk bergabung dengan diklat sepakbola yang berdiri sejak tahun 2002 ini.Pesertanyapun tidak hanya dari Kabupaten Probolinggo dan sekitarnya, justru kebanyakan dari luar daerah seperti Banyuwangi, Lumajang, Malang dan Tulungagung.
“Peserta dari luar daerah tersebut mendapat informasi tentang diklat ini dari para alumni yang tersebar di beberapa klub di berbagai daerah”, terang Mahdi direktur diklat Tri Tunggal.
Beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh para pendaftar yang akan mengikuti seleksi diantaranya kelahiran sebelum tanggal 31 Desember 1994. Sebagai persyaratan administrasi, mereka juga diharuskan membawa fotocopy ijazah terakhir dan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 25 ribu.
“Agar diperoleh calon siswa diklat yang benar-benar siap dan potensial, proses seleksi dilakukan cukup ketat dengan praktek tehnik dan wawancara. Untuk praktek, yang dinilai adalah kualitas tehnik dasar, skill bermain dan kondisi fisik Sedangkan wawancara dilakukan untuk mengetahui motivasi calon siswa mengikuti diklat”, terang Setyo Kusmedi, selaku pelaksana teknis diklat.
Dari seleksi ini diambil 10 orang siswa yang akan mengikuti pendidikan dan pelatihan selama satu tahun. Mereka diwajibkan tinggal di asrama yang berlokasi di sebelah utara lapangan Kedung Dalem. Bagi siswa dari luar daerah, diharuskan untuk mutasi sekolah dengan rujukan SMAN 1 Dringu dan SMPN 1 Dringu sebagai alternatif tempat belajar formal mereka.
Dalam setahun, siswa diklat mendapatkan porsi latihan yang cukup padat dan proporsional dengan porsi delapan kali latihan dalam seminggu, tiga kali dilakukan pagi hari dan lima kali dilakukan sore hari.
Berbeda dengan sekolah sepak bola dan diklat sepakbola lainnya, diklat sepak bola Tri Tunggal adalah satu-satunya diklat yang mandiri di Jawa Timur. ”Untuk biaya operasional dan lain-lain kami dapatkan dari iuran orang tua siswa. Secara finansial kami tidak tergantung lagi pada pemerintah”, terang Mahdi.
Bahkan bisa jadi secara nasional, diklat Tri Tunggal adalah satu-satunya diklat yang mandiri dari delapan diklat yang ada sedangkan tujuh diklat yang lain saat ini masih dibiayai APBN.
Memang pada awal berdiri tahun 2002, pemerintah daerah sempat memberikan bantuan dana, sarana dan prasarana. Namun, mulai tahun 2004 sampai sekarang, pihak diklat mampu membiayai operasional, sarana dan prasarana diklat secara mandiri. ”Untuk sewa lapangan dan gedung tempat diklat kami usahakan bersama dengan orang tua siswa”, imbuh Setyo.
Kemampuan diklat Tri Tunggal untuk bertahan hingga kini tanpa tergantung bantuan pemerintah salah satunya disebabkan biaya untuk operasional dan sewa sarana dan prasarana yang terjangkau. ”Untuk pelatih kami memanfaatkan guru olah raga setempat yang lebih mengutamakan pengabdian. Sedangkan gedung untuk asrama dan lapangan kami dapat dengan biaya yang relatif terjangkau”, ungkap Setyo.
Dengan pembinaan intensif melalui materi latihan teori dan fisik proporsional, diklat ini sudah berhasil meluluskan setidaknya 100 atlit sepakbola handal dan tersebar di beberapa klub lokal dan profesional serta mampu berlaga di liga nasional. Salah satunya Dede Hugo yang kini memperkuat Deltras Sidoarjo. Dia adalah pemain hasil didikan diklat Tri Tunggal yang meniti karier bertahap dari divisi II, kemudian ke divisi I hingga mampu berkiprah di divisi utama.
0 komentar:
Posting Komentar